6:16 PM
Terus Bergerak Dalam Pencarian
6:16 PMKalau kita ditanya “hidup ini buat ngapain aja?”, apa yang bakal kita jawab? Mungkin, sebagian orang yang money oriented akan menjawa...
Kalau kita ditanya “hidup ini buat ngapain aja?”, apa yang bakal kita jawab?
Mungkin, sebagian orang yang money oriented akan menjawab “untuk memperkaya diri sendiri”. Mungkin juga, sebagian orang yang sedang jatuh hati dengan seorang lawan jenis akan bilang “untuk hidup bersama dia selamanya”. Atau bahkan mungkin, sebagian orang lainnya ada yang memilih untuk tidak mau pusing-pusing memikirkan pertanyaan di atas karena menganggap tiada kaitannya dengan kehidupan ini.
Tapi pada kenyataanya, jawabannya nggak serelatif itu. Karena hidup ini, harus punya dasar tujuan yang jelas, dan tujuannya juga nggak bisa main-main. Soalnya, semua akan menyangkut keberlangsungan hidup kita sendiri.
Gua pernah membaca satu perkataan bagus soal jawaban pertanyaan di atas dari seseorang yang gua lupa namanya. Dia bilang kurang lebih begini:
“Hidup tanpa tujuan akan membuat hidup ini terasa hampa, dan tanpa mengenal tujuan hidup, kehidupan ini seakan menjadi hari-hari rutin yang membosankan.”
Dalam hati gua bilang, “wah bener juga ya.” Dan memang jelas sekali bakal jadi apa kita kalau hidup nggak punya tujuan... Kalau gua sih berfikir, ya, kira-kira jadi kayak lontong lah ya, yang hidupnya cuma dikuahin dan disayurin setiap pagi hari demi bisa jadi sarapan enak orang banyak.
Hm... Oke skip.
Menyikapi hal ini, Allah SWT sebenarnya telah berfirman di dalam Al-Quran, dan memaparkan secara jelas tanpa tersirat, bahwasannya tujuan manusia dihidupkan di muka bumi ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya.
“Aku tidak menjadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Q.S. 51:56)
Konteks ibadah yang dimaksudkan disini, menurut tafsir para ulama, nggak hanya soal aktifitas spiritual wajib seperti Sholat ataupun Puasa. Tapi juga lebih kepada mengerjakan sesuatu yang disematkan semuanya hanya karena Allah SWT. Intinya, jadikan semua aktifitas di hidup ini untuk beribadah kepada Allah SWT.
Maka, bagi diri gua sendiri, berbuat dan memperoleh kebaikan yang ditunjang dari sebuah ‘pencarian’ yang kita lakukan juga termasuk bagian dari ibadah yang diperintahkan Allah SWT.
Lalu kenapa sih gua menyebut sebuah ‘pencarian’ disitu?
Ya karena memang udah hakikatnya.
Sebagai makhluk hidup, terutama manusia seperti kita ini, udah ditakdirkan oleh Allah SWT mempunyai satu ciri khas yang unik, yaitu ‘bergerak’. Nah, dengan ‘bergerak’ ini, secara otomatis akan menghasilkan sesuatu, dan dalam proses menghasilkan sesuatu itulah disebut sebagai ‘pencarian’. Jadi sekali lagi, menurut gua, hidup ini bertujuan untuk terus ‘bergerak’ melakukan ‘pencarian’ demi mendapatkan sebuah hasil positif yang memuaskan dalam hidup.
Tapi persoalannya, nggak semua orang paham soal tujuan hidup.
Gua yakin, semua orang ingin hidup dengan nyaman. Entah dengan standar nyaman yang seperti apa, yang jelas setiap orang nggak mau hidupnya terganggu. Tapi, sebagian -mungkin juga kebanyakan- orang justru nggak punya pikiran untuk merencanakan atau bahkan bergerak menuju suatu tujuan tertentu agar hidupnya terasa nyaman. Malah terkadang, sebagian orang hanya membayangkan hidup bahagia dan nyaman sedangkan dirinya masih nggak mau berusaha untuk ‘bergerak’ merubah keadaan. Ya seperti nggak ada tujuan.
Apalagi kalau melihat periode sekarang. Bukan mau menjustifikasi, tapi dengan banyaknya rutinitas mainstream setiap harinya -debat di sosial media, komentar kasar di sosial media, pamer di sosial media dsb- menjadi sesuatu hal yang menggambarkan jika keinginan untuk berubah menjadi lebih baik hanya terngiang dalam pikiran semata. Malahan, ada juga yang nggak kepikiran sama sekali. Diantaranya, justru memilih berdalil mau ini mau itu untuk Indonesia, tapi di sisi lain malah turut menghebohkan problematika yang setiap hari jadi masalah yang nggak ada habisnya. Dengan kata lain, “ngikut muter-muter disitu aja”. Seperti gosip sana sini lah, caci maki kesana kemari lah, canda tak bermanfaat tiada henti lah, atau bahkan menghakimi orang lain lagi dan lagi... Maunya apa coba?
Katanya menginginkan perubahan, tapi kok seperti nggak ada pergerakkan dan tujuan? Katanya mau menjadi generasi pemuda penerus bangsa yang membanggakan, tapi kok malah terbawa arus konflik sepele sebuah zaman? Padahal, perubahan yang kita harapkan nggak segampang itu (emot emosi).
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983) dalam bukunya yang berjudul Pengantar Umum Psikologi, ciri-ciri manusia yang membedakan dengan makhluk lainnya terdiri dari beberapa hal. Diantaranya adalah, kepekaan sosial, kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan, serta memiliki keunikan setiap individunya. Dan diantara ciri-cirinya tersebut, seperti orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan, memiliki keterkaitan yang erat dengan ‘bergerak’.
Maka seperti yang gua bilang sebelumnya, terbukti memang ‘bergerak’ itu sudah menjadi hakikat seorang manusia sebagai makhluk hidup. ‘Bergerak’ dalam artian melakukan sesuatu yang positif demi mendapatkan sebuah hasil yang memuaskan dalam hidup. Jadi, kalau nggak ‘bergerak’, ya berarti kita otomatis bisa disebut sebagai makhluk atau benda mati yang nggak bisa menghasilkan apa-apa. Padahal sebenarnya, benda mati sendiri kalau dipergunakan untuk hal positif dengan cara digerakkan, akan menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Nggak percaya?
Ambil contoh deh. Batu misalnya. Benda keras ini adalah benda mati. Tapi, benda ini bisa kita pergunakan untuk mengganjal ban mobil di area jalan yang menurun agar tidak merosot ke bawah. Caranya adalah ‘digerakkan’ dengan diambil terlebih dahulu dari tempat asalnya, lalu ditaruh ke bagian roda mana yang ingin diganjal. Bermanfaat kan?
Contoh lainnya, misalkan batu ini dipergunakan untuk menimpuk maling. Katakanlah maling hati istri orang. Pertama-tama, batu ini pasti akan terlebih dahulu digerakkan dengan diambil, lalu seketika batu itu dilempar ke orang yang dianggap sebagai maling hati istri orang tadi. Akhirnya benjol-benjol deh tuh malingnya.
Terbukti kan kalau benda mati juga bisa menghasilkan sesuatu ketika digerakkan?
Dan memang udah hukum alamnya begitu. Yang ‘bergerak’, pasti akan menuaikan hasil, dan yang nggak ‘bergerak’, pasti akan mati dengan sendirinya. Pada akhirnya, hanya sebuah pergerakan lah yang bisa memunculkan perubahan itu sendiri.
Hayo, masa karena nggak mau ‘bergerak’, kita sebagai manusia kalah sih sama batu.
Kendati begitu, konteks ‘bergerak’ yang gua maksudkan disini lebih kepada ‘bergerak’ untuk merubah diri sendiri demi tergapainya sebuah tujuan hidup. Sekaligus, menjadikan pemahaman soal tujuan hidup ini sebagai poin pertama sebelum melakukan sebuah perubahan yang lebih besar.
Kenapa sih kita harus punya dan paham dulu apa tujuannya?
Ya karena kalau nggak punya dan nggak paham tujuannya, apa yang mau diubah dari hidup kita.
Di sisi lain, ‘bergeraknya’ makhluk hidup manusia seperti kita ini, jauh lebih kompleks dan rumit jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain. Apalagi ditambah dengan teori bahwa pada umumnya manusia itu takut dengan sesuatu yang tidak diketahuinya, maka wajar jika hal ini membuat manusia tambah merasa enggan untuk mengetahui apa tujuan hidupnya. Oleh karena itu, pemahaman kita soal tujuan hidup ini harus jauh lebih detail, dan sangat butuh yang namanya sebuah dukungan (upaya) lebih untuk mencarinya.
Apa sih emang dukungannya?
Dukungannya adalah IMAN.
Kenapa sih harus IMAN?
Karena IMAN itu udah satu paket sama rasa Yakin dan Percaya (sebenernya biar praktis aja sih).
Secara jelasnya begini. Misalnya, gua ambil satu contoh, kenapa sih manusia biasanya takut atau sekurang-kurangnya nggak nyaman berada di tempat gelap? Jawabannya sederhana, karena di tempat gelap itu kita nggak bisa menguasai situasi. Kita nggak tau ada apa di sekitar kita. Bahkan kita juga nggak tau apakah ada sesuatu yang membahayakan kita atau tidak. Sehingga kalau kita berada di tempat gelap, kita selalu diliputi perasaan was-was, ragu-ragu dan khawatir. Oleh kerana itu, wajar kalau kebanyakan orang merasa ogah untuk masuk ke ruangan yang gelap.
Nah, sama halnya dengan tujuan hidup. Definisi di atas menggambarkan bahwa memang kebanyakan manusia itu nggak mau tau dan bahkan nggak mau bergerak untuk mencari tau apa tujuan hidupnya. Wajar kalau manusia yang seperti ini selalu diliputi rasa keraguan. Karena di dalam dirinya juga nggak ada perasaan Yakin dan Percaya bahwasannya ‘kegelapan’ itu akan sirna dengan ‘sepercik cahaya’. Maka dari itu, dukungan berupa IMAN yang tadi gua jelaskan sangat berkontribusi penting di dalam memahami persoalan ini. IMAN disini akan berperan dalam menerangi seorang manusia dalam menjalani hidup ini.
Anggaplah semisal ada seorang manusia yang masih belum punya tujuan hidup, tapi ketika ia punya IMAN di dalam hatinya, maka secara otomatis akan timbul rasa Yakin bahwa Allah SWT akan memberikan yang terbaik untuknya, dan juga timbul rasa Percaya bahwa usahanya akan berhasil. Nah, maka dari sinilah tujuan hidup akan langsung diketahui, dan ambisi untuk ‘bergerak’ pun akan turut muncul dengan sendirinya. Meskipun memang, semua pencapaian ini akan kembali kepada diri masing-masing individu: apakah benar bahwa kita memiliki IMAN (rasa Yakin dan Percaya) kuat di dalam hati, atau itu semua hanya sekedar ada di mulut saja.
“... Sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang- orang yang beriman kepada jalan yang lurus. ” (Q.S. 22: 54)
Tapi... untuk lebih memperkuat dan menambah IMAN agar tidak diluluhlantahkan oleh garis waktu, kita juga harus menerapkan konsep agar tujuan hidup yang sudah kita punya bisa tercapai dengan usaha kita.
Menerapkan konsep selalu terus ‘bergerak’ dalam ‘pencarian’
Semua balik lagi menyoal sebuah ‘pencarian’ yang sempat gua singgung di awal tadi. Dan kebetulan, ini semua agak ‘nyambung’ sama pengalaman dari diri gua sendiri. Karena sebenarnya gua itu terbilang sebagai orang yang lumayan akrab sama sebuah ‘pencarian’. Dari mulai masih segede ayam sawah sampai segede sekarang, bagi gua ‘pencarian’ itu bisa dibilang sebagai rutunitas hidup. Entahlah, mungkin semua orang juga merasakan hal yang sama, tapi yang jelas gua sama ‘pencarian’ itu bisa dibilang klop banget lah ibarat oreo sama cream susunya.
Di sisi lain, gua juga adalah orang yang berkarakter skeptis dan terlalu ‘over’ kalau menyikapi sesuatu. Makanya terkadang, hal yang gua pikirkan menjadi boomerang untuk diri gua sendiri, dan seringnya gua juga suka nggak yakin sama sesuatu yang sedang gua pikirkan itu karena merasa kurang bermanfaat.
Salah satu contohnya adalah, gua pernah sempat melakukan sebuah ‘pencarian’ soal mengetahui gimana rasanya punya pacar yang hubungannya langgeng selama bertahun-tahun. Dulu, yang begini-begini menurut gua adalah hal yang keren. Biasalah, masa-masa mainstream remaja Indonesia. Jadi, waktu itu, karena ditambah rasa penasaran, secara otomatis ‘pencarian’ ini terus menyelimuti gua sampai-sampai isi otak gua 90% penuh cuma soal perempuan. Setiap hari, gua terus mencari, mencari dan mencari, tapi selalu gagal. Bukan gagal karena hubungannya pendek, tapi gagal karena nggak dapet perempuannya. Isi percakapan dengan teman sejawat gua pun pasti menyoal perempuan: “Eh bagi kontak si ini dong,” “eh bagi kontak si itu dong,” “si itu cantik ya, jomblo nggak?” Bahkan, saking ambisnya gua pada waktu itu, gua sempat pernah dikerjain pdkt sama temen gua sendiri yang cowo. Miris memang. Sampai pada akhirnya, gua merasa skeptis sama ‘pencarian’ ini, dan memutuskan untuk berhenti memikirkan sesuatu yang sebenarnya secara logika memang mengganggu (sebenarnya ini aib sih, tapi nggak apa-apa lah ya, hitung-hitung sharing pengalaman).
Makanya dari satu contoh itu, menurut gua, nggak heran kenapa gua bisa begitu akrab sama yang namanya ‘pencarian’ di tengah-tengah karakter gua yang skeptis dan ‘over’ ini.
Tapi, karena selama ini gua selalu menerapkan konsep ‘Terus Bergerak dalam Pencarian’, pada akhirnya gua berhasil mendapatkan sesuatu yang jauh lebih baik yang nggak ada dalam pikiran gua sebelumnya. Gua mendapatkan satu momentum yang sama sekali belum pernah kepikiran di otak gua. Momentum ini adalah hasil dari ‘pencarian’ serius yang gua lakukan untuk pertama kalinya. Momentum ketika di mana gua merasa plong dalam mencari tau apa potensi diri gua, yang sekaligus membawa gua merasakan seperti apa rasanya dapet uang dari hasil jerih payah sendiri.
Dongen sedikit nggak apa-apa lah ya.
Jadi, momentum itu berawal dari dua tahun lalu, tepatnya di akhir tahun 2016, di mana gua kepikiran untuk punya sebuah pencapaian dari potensi yang gua miliki. Padahal waktu itu, pemahaman gua soal potensi diri benar-benar masih mendasar (banget). Tapi, gua terus ‘bergerak’ dengan mencari tau ‘apa sih sebenarnya potensi yang gua punya’ dengan tontonan-tontonan bermanfaat seperti contohnya Ted Talks, mendownload aplikasi Quora di Play Store, dan banyak lagi yang lainnya (lupa).
Sampai pada suatu saat, ada satu pernyataan bagus yang datang dari satu publik figur bernama Pandji Pragiwaksono berhasil merubah mindset gua soal potensi, yang dia sebut sebagai ‘berkarya’. Ditambah lagi, satu teman kuliah gua, juga ikut meluaskan pemahaman gua soal potensi diri. Dari situlah gua mulai berfikiran ternyata memang ‘berkarya’ itu adalah sebuah sebutan lain dari ‘mengembangkan potensi diri’. Dan dengan ‘berkarya’ inilah gua akan menghasilkan sesuatu yang sekiranya dapat memberi manfaat yang signifikan.
Lantas gua pun berfikir, “kira-kira apa ya ‘karya’ yang cocok untuk gua? Eh kayaknya gua nulis aja deh, kayaknya seru tuh.” Akhirnya, pada saat yang bersamaan, gua memutuskan untuk menulis, yang sekaligus gua jadikan sebagai landasan awal untuk membuktikan kalau ini memang potensi diri gua yang sebenarnya.
Maka mulailah gua membuat blog resahgaksih.blogspot.co.id ini, yang sampai sekarang Alhamdulillah masih lanjut dipergunakan. Lalu, gua juga mulai memperkenalkan blog dan sekaligus mempromosikan tulisan-tulisan gua lewat sosial media. Bahkan promosi gua terbilang agak nggak tau malu karena biasanya gua sebar lewat personal chat via Line. “Punten read and share ya, terimakasih!” Kira-kira begitulah cara promosi gua setiap kali ada tulisan baru keluar.
Di sisi lain, ternyata memang nggak gampang untuk mengembangkan potensi diri. Apalagi potensinya menulis. Dan pada kenyataanya, berbagai masalah selalu gua dapatkan sejak pertama kali mulai menulis. Dari masalah memilih konsep dan konteks tulisannya, sampai masalah menghadapi cacian dan makian soal tulisannya, ya kayak gini kurang lebih: “ngikutin siapa sih?” “sosoan deh”, “halah, kayak bagus aja tulisannya”, “wih penulis, bagi duit dong!” “tulisannya copas dari mana tuh?”
Yah, pada akhirnya gua memilih untuk diam dan duduk santai dalam menanggapi semua itu. Gua sih merasa wajar, karena memang pada dasarnya orang lain itu nggak mudah menerima sebuah perubahan yang kita alami, dan sebenarnya apa yang mereka semua lakukan itu juga nggak ada pengaruhnya sama hidup kita. Toh gua sendiri justru merasakan sebuah suasana yang berbeda dengan aktifitas baru yang sampai sekarang masih gua jalani ini. Gua hanya berdo’a, “Ya Allah, kalau memang ini adalah jalan menuju kesuksesan, maka ridhoilah, rahmatilah, dan mudahkanlan segala sesuatunya dengan pemberian yang akan kau berikan.”
Tapi, meskipun begitu, gua nggak berhenti sampai disitu. Karena gua percaya bahwa Allah SWT akan memberikan yang terbaik jika hambanya itu terus berkeinginan untuk berusaha, berdo’a dan yakin kepada-Nya kalau semua akan indah pada waktunya. Makannya, gua masih terus ‘bergerak’ melakukan ‘pencarian’ demi mendapatkan hasil yang lebih dari potensi yang gua miliki. Di sisi lain, gua juga berprinsip bahwa potensi diri itu sama seperti ilmu, yang setiap hari dan setiap saatnya harus kita gali terus supaya nggak stagnan begitu-begitu aja.
Sampai pada akhirnya, ‘pencarian’ yang gua lakukan berbuah positif. ‘Pencarian’ gua ternyata menghasilkan sesuatu yang baik, dan ini sekaligus menjadi sebuah bukti, kalau memang Allah SWT sudah berkehendak terhadap usaha yang dilakukan hambanya, maka apapun yang diharapkan pasti akan terjadi.
Seperti yang tadi sempat gua ceritakan, gua selalu mempromosikan tulisan-tulisan gua lewat personal chat, nah, saat mempromosikan inilah salah satu teman SMP gua tertarik dengan tulisan gua, dan menawarkan satu pekerjaan yang ada sangkut pautnya dengan hal yang gua geluti ini. Dia menawarkan kepada gua untuk menjadi penulis artikel sepakbola di salah satu website tempat dia juga menjadi salah satu penulis disitu. Kemudian, gua pun mengajak dia untuk bertemu dan berdiskusi soal hal ini. Banyak hal yang gua dapatkan selama gua berdiskusi dengan teman gua itu. Dan setelah lama berdiksusi, tanpa basa-basi akhirnya gua pun menerima tawaran tersebut, dan langsung mengirimkan e-mail ke salah satu editor website tersebut. Dan Alhamdulillah, siapa sangka, akhirnya gua diterima menjadi penulis di website itu.
Maka dari situ, gua mulai mengembangkan metode dan cara menulis gua. Kemudian gua juga mulai belajar mencari referensi soal seperti apa menulis artikel sepakbola yang baik. Sampai akhirnya semua yang gua lakukan membawa gua ke tahap mengetahui cara menarik pembaca dengan struktur tulisan yang gua buat. Ilmu gua soal menulis seketika naik dengan pesatnya. Bahkan nggak tanggung-tanggung, setiap bulan gua pun digaji dengan jumlah uang yang bisa dikatakan “WAH” untuk kantong mahasiswa. Dari sinilah gua bisa memenuhi kebutuhan lama pribadi yang belum terpenuhi, dari barang seperti hardisk laptop, RAM laptop, buku-buku bacaan baru dan sampai memenuhi kebutuhan “Having Fun” seperti liburan ke Bali.
Yah, pokoknya saat itu, tak terbayangkan betapa senang dan bangganya gua dalam membelanjakan uang dari hasil jerih payah sendiri... Alhamdulillah.
***
Dari semua pembahasan yang ada di tulisan ini, gua hanya ingin memberikan satu kesimpulan yang ‘siapa tau’ bisa menjadi #selfreminder diri kita. Kesimpulannya adalah: “Sadar atau nggak sadar, hidup ini sangatlah singkat. Jadi, dengan singkatnya hidup ini, setidaknya apa yang kita lakukan setiap hari, harus ada manfaatnya.”
Kalau ada yang belum tau, 1 hari di sisi Allah SWT itu sama dengan 1000 tahun menurut perhitungan kita (QS Al-Hajj ayat 47). Dengan estimasi kita hidup maksimal 65 tahun, kita cuma punya umur selama 1,5 jam di sisi Allah SWT. Dan dengan angka yang sedikit itu, coba pikir deh, selama ini apa aja yg udah kita lakukan?
Intinya, ubahlah kebiasaan rutin yang sekiranya kurang bermanfaat dengan hal baru yang kita cari dengan usaha kita. Seperti yang sebelumnya gua ceritakan lewat pengalaman gua di atas, mulailah dari menerapkan konsep ‘Terus Bergerak dalam Pencarian’.
Kemudian, buanglah setiap keluh-kesah tak berujung, mental menye-menye karena cinta dan hal-hal mengganggu lainnya di dalam hidup kita (terutama soal kebiasaan pamer dan mencari ketenaran di sosial media). Mulai dari sekarang, ganti semua rutinitas itu, dan dengan ditambah dukungan berupa IMAN yang juga sudah gua jelaskan di atas, maka insyaAllah, kebahagiaan dalam meraih tujuan hidup yang hakiki akan kita dapatkan.
Kawan, yakinkanlah di dalam hati, kita itu diciptakan bukan untuk berputus asa, apalagi merengek kebahagiaan tanpa usaha. So, keep moving, and do something great for your life!
“Pergunakan hidup ini untuk mencari KEBENARAN, bukan untuk mencari PEMBENARAN”
-Ustadz Abdul Somad-