5:30 PM
Saya Ngaku Kalau Saya Ternyata...
5:30 PM“Goblok!!!” Terdengar sebuah celetukan dari kendaraan di sebelah motor (Pinjeman) yang gua bawa ketika sedang berkunjung ke Jatinangor...
“Goblok!!!”
Terdengar sebuah celetukan dari kendaraan di sebelah motor
(Pinjeman) yang gua bawa ketika sedang berkunjung ke Jatinangor. Sontak gua
langsung terkejut dan mikir dalam hati.
“Ini siapa yang goblok ya? Penasaran.”
Setelah diusut, yang dibilang “Goblok” itu adalah gua
sendiri. Secara spontan gua pun sadar kalau lampu sein gua ternyata nggak nyala
sewaktu belok ke kanan sebelum kata “Goblok” itu keluar. Waduh, mendadak kacau
sekali perasaan gua saat itu. Selama melanjutkan pejalanan, gua jadi termenung
sekaligus mengakui kesalahan dan membayangkan apa yang terjadi kalau gua
tertabrak.
“Goblok anjir, goblok... Kalau ketabrak, yang ganti motor ini
siapa...”
“Dan kalau ketabrak terus diliatin orang banyak, nanti kasusnya
jadi viral lagi... Ah goblok...”
“Abis viral, gua bisa jadi selebgram, anjir goblok...”
“Gua banyak haters
dong, anjir anjir goblok...”
Semua hal yang bisa aja terjadi waktu itu, spontan mengisi
bayangan negatif otak gua secara terus menerus. Sampai pada titik, di mana
semua bayangan gua itu tadi justru melebar ke masalah-masalah “Goblok” gua di
masa lampau.
Tiba-tiba, gua membayangkan momen-momen “Goblok” gua ketika
masih alay dan suka meniru Naruto sewaktu di SMP. Lalu gua teringat kegoblokan gua
karena pernah percaya Flat Earth dan
menyebarluaskan fakta-fakta nggak valid ke teman-teman gua. Ada juga hal goblok
yang gua lakukan ketika nggak pernah belajar saat ujian di semester satu kuliah
karena menganggap kalau nilai yang diberikan oleh dosen itu pasti bagus-bagus. Sampai
yang paling jijik adalah, gua membayangkan betapa gobloknya gua ketika tau
kalau isi otak gua pernah 90% hanya melulu soal cewek. Ketika itu gua sempat jadi
secret admirer seorang cewek dan mengirim
bunga beserta surat embel-embel cinta dengan nama pengirim ‘Annonymous’. Fix, dulu
gua cupu sekali.
Tapi walaupun begitu, berkat di-Goblok-in di jalan, secara
nggak langsung gua merasa ditegasin sama sesuatu yang bisa membuat gua
berintropeksi diri dengan merenungkan semua kegoblokan gua di masa lampau, dan
menjadikan semua itu sebagai poin-poin penting guna merubah diri sendiri jadi
lebih baik kedepannya. Bahkan, berkat hal ini juga, gua jadi bisa menyimpulkan ternyata
ditegasin itu adalah salah satu cara efektif untuk menyadarkan seseorang dari
kesalahannya.
Sebelum lanjut, sempat heran gak sih, kenapa kebanyakan orang
merasa begitu susah buat mengakui kesalahannya? Apalagi orang yang nggak ngaku
dan nggak sadar ini biasanya lebih memilih untuk menilai kesalahan orang lain
ketimbang dirinya sendiri... Kacau gak sih?
Kadang bertindak tegas dan keras itu perlu loh untuk ngebuat
orang-orang yang sulit menyadari kesalahannya supaya jadi sadar beneran. Meski
nantinya akan sangat bergantung pada karakter orangnya itu sendiri, tapi kalau kelamaan
nggak disadarin soal kesalahan yang telah dilakukan, orang tersebut akan
memberi dampak yang bakal sering merugikan orang disekitarnya. Nggak percaya?
Contohnya simpel kok.
Pernah punya temen bau ketek?
Nah, biasanya temen kayak gini susah sadar sama bau keteknya
sendiri, dan justru malah merugikan temannya yang lain karena bau keteknya itu.
Asal kita tahu, temen bau ketek itu ibarat tetangga yang seneng dengerin musik
dangdut pakai speaker keras di rumahnya. Mengganggu. Dan kalau kita ngasih tau
mengenai hal itu, kemungkinan besar bisa jadi musuhan karena saling merasa
nggak enak. Tapi biasanya, kita sendiri juga cenderung segan dan enggan sih untuk
memberi tahu para pelaku perihal bau keteknya itu. Makannya, orang bau ketek
itu masih terus ada sampai saat ini.
Gua sendiri sempat punya cerita soal temen bau ketek sewaktu
SMA, dan akan gua kasih tau betapa mengerikannya hal tersebut.
Kenapa bisa begitu?
Karena di masa ini, ketek para siswa udah banyak yang bau gorong-gorong
trotoar Jakarta. Bau ketek mereka udah bukan jenis bau ketek asem manis yang ada
di zaman SD dulu. Baunya tuh mirip radiasi nuklir, karena bisa secara langsung
mengkontaminasi otak kita jadi susah konsen untuk belajar. Dan bukan cuma kaum cowok
aja yang punya bau Iblis ini, kaum cewek pun sama. Apalagi, gua tinggal di kota
Cilegon ̶ kota panas yang kalau jam 11 siang
keluar rumah bisa seketika jadi turis dari Zambia ̶ kalau udah makin
siang, makin menguap lah itu keringet yang ada di ketek, dan seketika jadi uap
menyeramkan yang siap menikam hidung siapa aja. Bahaya banget deh ini baunya. Makanya,
sangat wajib dianjurkan untuk para siswa memakai deodoran sebelum berangkat
sekolah.
Pengalaman soal bau ketek ini sebenarnya gua alami sendiri selama
tiga tahun di SMA. Tapi, gua akan mengambil satu momen yang paling menakjubkan diantara
yang pernah terjadi selama tiga tahun lamanya itu. Satu momen menakjubkan ini
terjadi saat gua udah menginjak kelas 12, tepatnya pada tahun 2015.
Jadi waktu itu, kalau nggak salah adalah hari batik nasional.
Otomatis, pihak sekolah mewajibkan semua siswanya untuk memakai baju batik. Di
hari itu, aktifitas di SMA gua menjadi sedikit bebas dari biasanya karena para
guru, entah ada apa, mereka semua mengadakan rapat. Terasa senggang sekali
keadaan hari itu, dan para siswa juga akhirnya banyak yang melakukan kegiatan
masing-masing.
Nah, singkat cerita, gua dan teman sejawat saat itu ̶ delapan orang ̶ sedang memainkan kartu remi (Poker) sembari bernyanyi-nyanyi
ria nggak jelas dengan gitar usang yang ada di kelas. Selagi bermain, ternyata kegiatan
itu menarik perhatian satu teman kelas gua yang lain, sebut aja ‘si karbol’,
karena nyanyian kami waktu itu sangatlah aneh dan membuat dia tertawa. Seperti
sok asik begitulah. Jadi, si karbol pun turut ikut berkumpul dan bermain di
tempat kami. Lalu setelah selang 10-15 menit, secara tiba-tiba, kerumunan kami menjadi
sedikit gaduh, dan parahnya, teman sejawat gua bubar satu per satu karena
situasi berubah menjadi pengap. Selain pengap, ternyata eh ternyata, mereka
semua pergi karena mencium bau tengik mengerikan di tempat itu. Entah apakah ada
daki buto ijo ataupun ada bangkai penjajah Belanda di bawah lantai kelas gua, yang
jelas jenis baunya sangatlah sulit teridentifikasi.
Tapi pasti paham kan bau apa itu?
Iya betul, bau KETEK nying.
Dikarenakan selama tiga tahun SMA gua sudah berpengalaman soal
teman sekelas yang bau ketek, jadi gua bisa menyimpulkan jika jenis bau ketek
saat itu adalah yang paling beda dan lebih mematikan daripada yang pernah
tercium sebelumnya. Sudah dipastikan pasti terdakwanya adalah si karbol, dan memang
dialah pelakunya selama ini. Si karbol pun sejatinya sudah di cap bau ketek
oleh teman-teman sejawat gua, tapi kami tidak pernah bilang ke si karbol kalau
dia itu bau ketek karena merasa tidak enakan.
Jika mengingat kembali masalahnya, suasana kerumunan kami
sebelum datangnya si karbol ini sebenarnya sangatlah tenteram, damai, aman dan
tentunya segar walaupun sedikit panas. Tapi ketika dia datang, kadar oksigen-oksigen
di dekat kami menjadi hancur. Kala itu keadaan menjadi sedikit rusuh, dan
banyak pula percakapan bisik-bisik beserta tuduhan random secara ghibah di keurmunan itu. Karena banyak
yang bubar satu per satu, kerumunan gua dan teman sejawat juga hanya tersisa
empat orang.
Akhirnya, karena udah merasa mual, gua pun berbisik kepada
satu teman yang duduk di sebelah kanan gua, “Nyium bau aneh gak?”
Dia menjawab,”Iya nih, bau mayat kena azab kubur.”
“Lo pasti tau kan ini bau datangnya dari mana?” tanya gua
lanjut sambil beribisik.
“Iya, itu dari si karbol kan? Emang dia...”
Jawaban teman gua terpotong oleh si karbol yang spontan bilang
ke orang-orang yang ada di situ, “Eh bau apa ya ini? Anjir lah tengik banget.”
Seketika gua berbisik lagi ke teman gua yang ada di sebelah
kanan tadi, “Bangsat, itu kan bau dia, kenapa nggak sadar sih!?”
“Gua juga gatau, idungnya udah kesumbat kali, yuk ah cabut
dari sini, daripada kita mati konyol?” Jawab teman gua.
Kemudian teman gua itu pergi dari kerumunan. Ketika gua mau
pergi juga, tiba-tiba si karbol menanyakan sesuatu kepada gua sambil menepuk
bahu gua dan lalu tertawa, “Eh anjir baunya kecium gak kal? Untung gua udah tahan
sama baunya. Kalau gua bisa nebak ini sih kayaknya bau ketek deh hahaha...”
“Eh... Eh... Iya ya bau ketek hehehe...” Jawab gua dengan
gagapnya. Gua merasa kaget dan penasaran sembari menahan bau, kenapa dia masih
terus-terusan nggak sadar ya? Padahal kan sumber baunya ada di ketek dia
sendiri, dan wajar juga kalau dia bakal tahan sama baunya itu. Ingin sekali
hati ini bicara kepadanya dan bilang, “Itu bau dari ketek lo. Coba lo cium
terus lo renungin. Intropeksi, coba diinget lagi, yang lo pake waktu mau mandi
itu air keran atau air saringan buah mengkudu?”
Pada akhirnya, gua pun paham kenapa bau ketek si karbol ini
begitu tengik. Gua berkesimpulan, itu semua bisa terjadi karena si karbol nggak
memakai pakaian dalam seperti kaos tipis –mungkin karena saat itu dia memakai
baju batik dan merasa Cilegon sangat gerah ̶ yang sekiranya bisa menahan keringet agar
tidak tembus ke baju batiknya. Apalagi, ketek si karbol juga nggak ada
filternya. Uap keringet yang ada di ketek itu langsung keluar begitu saja dan
bahkan berkolaborasi dengan oksigen di sekitar. Makannya, si karbol nggak
merasa dirinya bau ketek karena yang dia cium itu adalah bau udara campuran
yang ada di sekitarnya.
Tapi seperti yang gua bilang tadi, gua beserta teman sejawat
nggak pernah bilang ataupun protes langsung perihal bau ketek si karbol.
Bahkan, kami hanya mampu untuk menyindir secara halus seperti gestur tutup
idung, pergi satu per satu dari kerumunan ataupun berteriak “Anjir bau Dajjal!
Ini ketek siapa sih?” Sembari melirik-lirik muka si karbol. Tapi tetap saja,
itu semua tidak membuatnya tersadar.
Makannya, orang bau ketek masih terus ada di sekitar gua
selama tiga tahun, dan itu semua berakibat fatal karena nggak pernah ada orang yang
berani menyadarkan mereka secara tegas perihal bau keteknya. Gua pun sampai sempat
di diagnosis oleh Dokter ahli ‘Bau Badan dan Perkara Keringat Ketek’, bahwa
tubuh gua udah nggak bisa lagi menumbuhkan bulu hidung seumur hidup karena telah
menjadi pengidap bau ketek pasif selama tiga tahun. Pelik sekali bukan?
***
Cerita gua semua itu hanyalah gambaran yang menunjukkan betapa
mengesalkannya orang yang nggak sadar akan kesalahannya. Karena jika bercermin pada
realita, banyak yang lebih parah daripada persoalan bau ketek. Terlebih lagi,
di periode sekarang, banyak sekali manusia yang mencari kesalahan orang lain
demi sebuah keuntungan dan ketenaran tanpa melihat kesalahan dirinya sendiri
terlebih dahulu. Jadi, orang yang tidak sadar akan kesalahannya ini sebenarnya
hanya butuh sesuatu yang bisa menjadi “penusuk” akal, hati serta perasaannya
agar bisa tersadar di kemudian hari. Seperti sebuah teori yang menjelaskan
bahwa “kegelapan itu terjadi karena diakibatkan oleh tidak adanya cahaya,” dengan
begitu kita semua hanya butuh sedikit “cahaya” untuk menerangi “kegelapan” dari
persoalan ini.
Maksudnya adalah, mendapati sebuah solusi.
Menurut gua, hanya ada dua solusi untuk hal tersebut. Yaitu
dengan INTROPEKSI dan DITEGASIN. Kedua hal ini mempunya peran
penting untuk me-sugesti otak dan hati kita guna lebih peka terhadap semua yang
sudah terjadi.
Dengan INTROPEKSI,
kita sendiri jadi lebih bisa mengingat dan mengulik apa saja yang telah kita
lakukan selama ini. Biasanya, saat berintropeksi jiwa kita juga jauh lebih
tenang dan lebih mudah untuk mengakui kesalahan yang pernah kita lakukan. Meski
belum menjamin untuk menahan sesorang dari melakukan kesalahan yang sama, setidaknya
INTROPEKSI adalah suatu hal yang
seharusnya lebih banyak dilakukan manusia di periode sekarang, daripada harus
mencari kesalahan orang lain demi menutup kesalahannya sendiri.
Lalu dengan DITEGASIN,
seseorang juga bakal merasa “tertusuk” dan terdesak karena kesalahannya itu
diperjelas dengan tegas oleh orang lain. DITEGASIN
berarti ada sesuatu yang membuat seseorang merasa tersadar secara spontan,
tanpa basa-basi dan langsung merujuk pada pernyataan “Selama ini yang lo lakuin
itu salah, jadi tolong lah sadar, soalnya hal yang lo lakuin ini sangat berpengaruh
negatif sama orang lain yang ada di sekitar lo.” Dengan begitu, 70% perasaan yang
menyadari kalau dirinya salah akan muncul, meski biasanya, 30% dari sisanya itu
akan menjadi sebuah pembelaan yang berujung pada perdebatan.
Memang pada dasarnya kedua solusi ini belum 100% bisa
berhasil membuat sesorang berubah, tapi setidaknya, sebuah kesadaran yang
ditumbuhkan setelahnya bisa menjadi hal positif untuk seseorang yang memang ingin
berubah menjadi lebih baik. Itulah mengapa, suatu proses kembali dibutuhkan
dalam masalah ini. Kadang, rata-rata dari seseorang akan kebanyakan berharap
“Gua mau berubah” tanpa mau menerima sebuah proses. Padahal, justru proses
itulah yang akan membawa seseorang untuk bisa berubah.
Coba pikir lagi, apa iya hanya dengan ngomong doang kita
bakal berubah seketika? Ya nggak kan...
Begini, para ilmuan dan orang sukses yang telah membuat sebuah penemuan pun banyak yang
mengakui kesalahannya. Contohnya seperti Nicola Telsa, Larry Page, Elon Musk, Henry Ford, dan Jack Ma, mereka semua itu intelektual loh, tapi mereka masih mau
untuk berintropeksi dan mungkin mendapati hal tegas dari sesamanya saat membuat
sebuah penemuan yang hasilnya bisa kita nikmati dengan nyamannya sampai sekarang.
Kalau mereka semua nggak menerima kesalahannya dan nggak berusaha memperbaiki
semua itu, mungkin penemuannya juga nggak akan dipakai sampai sekarang.
Hayo, masa kita sebagai manusia biasa yang sama seperti
mereka nggak bisa sih untuk mengakui dan memperbaiki sebuah kesalahan?
Maka dari itu, dengan memulai untuk sadar akan kesalahan kita
masing-masing, itu artinya sebuah proses ‘sedang datang menghampiri’ untuk
membawa kita melakukan sesuatu yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
“Intropeksi adalah cara terbaik untuk mendapati sebuah
resolusi.”
-Penulis-